Template by:
Free Blog Templates

Rabu, 12 Mei 2010

Negara Ramah yang Suka Marah

Termenung sejenak mengingat masa-masa SD. Saat itu, beberapa buku IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan guru-guru selalu mengatakan Indonesia adalah negara timur. Tidak hanya mengacu pada letak geografis, istilah itu mewakili identitas dan kebudayaan khas masyarakat timur.

Orang-orang timur, khususnya Indonesia, terkenal dengan keramahannya. Entah darimana sejarah munculnya identitas tersebut. Tapi Ibu dan Bapak guru terus menerus memberikan sugesti bahwa orang Indonesia itu ramah.

Waktu terus berlalu. Namun, Indonesia semakin tidak menampakkan keramahannya. Pada masa-masa akhir orde baru, banyak kerusuhan terjadi. Pembunuhan, demokrasi anarkis, dan penjarahan hampir mengisi setiap teriakan perubahan sistem otoriter.

Orde baru pun tumbang. Reformasi digalakkan. Namun, keramahan Indonesia terus tergerus. Muncul berbagai tindak mutilasi. Tak hanya satu orang, tapi belasan orang menjadi korban.

Kini, berdalih menggunakan sistem demokrasi, masyarakat menjadi lebih “bebas” bertindak. Ketika Timnas Indonesia semakin terpuruk, suporter memperlihatkan keberingasannya. Tidak jarang, aksi-aksi nekat suporter merugikan banyak pihak. Tidak hanya orang lain, tapi juga merugikan diri sendiri. Betapa tidak, fasilitas umum tak luput dari sasaran penghancuran. Kereta api yang sudah bobrok, dilempari batu. Stadion yang baru direnovasi dengan menggunakan uang rakyat, turut menjadi korban.

Keganasan mereka seolah menepis kenyataan, bahwa kita hanya diberi satu nyawa, satu kesempatan hidup. Tampak saat Tragedi Koja meletus. Ribuan satuan polisi pamong praja “berperang” melawan warga. Tiga orang tewas, dan puluhan lainnya luka-luka.

Masih pantaskah Indonesia disebut ramah? Bapak dan Ibu guru rajin menyosialisasikan istilah itu demi menjaga tingkah laku murid-muridnya. Berharap, kelak dimasa depan, generasi penerus Indonesia tetap mempertahankan sikap ramah tersebut. Jika tidak, buku-buku akan menghapus Indonesia dari daftar negara timur yang ramah.

Negara Ramah yang Suka Marah

Termenung sejenak mengingat masa-masa SD. Saat itu, beberapa buku IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan guru-guru selalu mengatakan Indonesia adalah negara timur. Tidak hanya mengacu pada letak geografis, istilah itu mewakili identitas dan kebudayaan khas masyarakat timur.

Orang-orang timur, khususnya Indonesia, terkenal dengan keramahannya. Entah darimana sejarah munculnya identitas tersebut. Tapi Ibu dan Bapak guru terus menerus memberikan sugesti bahwa orang Indonesia itu ramah.

Waktu terus berlalu. Namun, Indonesia semakin tidak menampakkan keramahannya. Pada masa-masa akhir orde baru, banyak kerusuhan terjadi. Pembunuhan, demokrasi anarkis, dan penjarahan hampir mengisi setiap teriakan perubahan sistem otoriter.

Orde baru pun tumbang. Reformasi digalakkan. Namun, keramahan Indonesia terus tergerus. Muncul berbagai tindak mutilasi. Tak hanya satu orang, tapi belasan orang menjadi korban.

Kini, berdalih menggunakan sistem demokrasi, masyarakat menjadi lebih “bebas” bertindak. Ketika Timnas Indonesia semakin terpuruk, suporter memperlihatkan keberingasannya. Tidak jarang, aksi-aksi nekat suporter merugikan banyak pihak. Tidak hanya orang lain, tapi juga merugikan diri sendiri. Betapa tidak, fasilitas umum tak luput dari sasaran penghancuran. Kereta api yang sudah bobrok, dilempari batu. Stadion yang baru direnovasi dengan menggunakan uang rakyat, turut menjadi korban.

Keganasan mereka seolah menepis kenyataan, bahwa kita hanya diberi satu nyawa, satu kesempatan hidup. Tampak saat Tragedi Koja meletus. Ribuan satuan polisi pamong praja “berperang” melawan warga. Tiga orang tewas, dan puluhan lainnya luka-luka.

Masih pantaskah Indonesia disebut ramah? Bapak dan Ibu guru rajin menyosialisasikan istilah itu demi menjaga tingkah laku murid-muridnya. Berharap, kelak dimasa depan, generasi penerus Indonesia tetap mempertahankan sikap ramah tersebut. Jika tidak, buku-buku akan menghapus Indonesia dari daftar negara timur yang ramah.

Sabtu, 13 Juni 2009

Gerakan Anti Acara Jelek

Sedihkah anda ketika Metro TV tidak ada dalam saluran TV anda? Mungkin sebagian besar orang tidak merasa sedih. Mereka berfikir acara-acara Metro TV sangat membosankan. Tiap hari acara yang isajikan hanya berita dan berita. Meski tidak dalam bentuk berita, acara-acara yag lain bersifat informatif. Tak ada hiburan. Memang ada beberapa film, tapi hanya film “tinggi” yang diputar. Iklan yang ada juga sedikit.


Tapi, menurut saya hanya Metro TV yang bermutu. Metro TV hanya menyajikan acara-acara penting. Beragam informasi aktual tak luput dari program acara utama Metro TV. Tak ada sinetron. Atau reality show yang terkesan “dibuat-buat”. Dan tak terlalu banyak iklan yang mengarahkan kita menuju jurang konsumerisme.


Bagaimana dengan stasiun TV lain? Mungkin hanya berita, investigasi kasus, acara-acara olahraga, wisata daerah, atau debat politik, yang bisa dikatakan bermutu. Bagaimana dengan sinetron dan reality show? semua pasti sudah tahu jawaban pertanyaan itu. Dan kita sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi harus memerangi acara-acara yang tidak bermutu. Dengan cara mematikan TV dan membuat program-program acar yang lebih bermutu. Selain itu, laporkan acara-acara yang dinilai “buruk” kepada KPI. Jadilah penonton aktif dan pengawas TV yang reaktif. Semangat!




Bumi Sedang Sekarat

Pernahkah anda melihat film yang menceritakan bencana besar di bumi? Seperti The Day After Tomorrow, When The Earth Still Stood, atau Knowing?


Film-film itu menceritakan bahwa kita harus bersiap diri. Banyak bencana besar yang mungkin akan terjadi di bumi. Entah karena alam atau karena tingkah laku manusia. Jika itu peristiwa alam, kita hanya bisa berdoa. Tapi, jika itu karena ulah manusia, kita benar-benar kejam. Mungkin, jika bumi bisa bicara, dia akan mengusir kita. Tak perlu ditutupi, kelakuan kita memang merusak dan menyakiti bumi. Entah karena lupa, atau kita tak peduli dengan keselamatan bumi. Contoh kecil, ketika kita membuang sampah. Tempat sampah sudah disediakan, tapi kita sangat malas untuk membuangnya di tempat sampah karena harus bejalan sejauh 3 meter.


Mari, kita sebagai mahasiswa agar lebih sadar akan lingkungan. Menjaganya dengan penuh kasih sayang. Karena bumi, satu-satunya tempat tinggal kita. Jika bumi hancur dan musnah, kemana kita akan pergi? Film-film tersebut bukan sekedar hiburan, tapi ada pesan peringatan untuk kita. Agar kita lebih memikirkan nasib bumi. Karena bumi sedang sekarat. Tak lama lagi, bumi akan hancur. Dan hanya manusia, yang sanggup menolong bumi....