Template by:
Free Blog Templates

Senin, 30 Maret 2009

Prematurasi Trafficking

Bulan November dan Desember adalah bulan dimana banyak perguruan tinggi di Indonesia melepaskan mahasiswanya. Upacara formal pun diadakan sebagai tanda pelepasan mahasiswa. Mereka tampil dengan elegan namun tetap terkesan intelektual mengenakan toga. Air mata bangga pun tak terbendung. Pancaran keceriaan tak bisa disembunyikan lagi, karena kerja keras yang dilakukan selama perkuliahaan telah membuahkan hasil.



Namun dibalik keceriaan dan kebanggaan itu, terdapat guratan kegelisahan. Bayang-bayang kesulitan mencari lapangan kerja karena ketidakseimbangan antara jumlah pencari lapangan kerja dibanding jumlah lapangan kerja. Memang tak dapat dipungkiri, tiap tahun perguruan tinggi menelurkan ribuan sarjana. Hal ini berarti tiap sarjana harus bersaing dengan ribuan sarjana lain untuk mengisi lowongan lapangan kerja yang terbatas. Jika tidak beruntung, predikat pengangguran akan segera disandang.

Jumlah pengangguran yang terus meningkat membuat semua orang semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Keadaan yang sedikit kacau ini, membuat beberapa orang memanfaatkannya demi meraih keuntungan. Salah satunya mereka nekat melakukan jual beli manusia, atau lebih dikenal dengan istilah trafficking.

Secara umum pelaku trafficking melakukan penipuan terhadap korbannya dengan iming-iming pekerjaan dengan gaji lumayan, hingga korban mau diajak pergi ke tempat-tempat yang tak jelas. Ujungnya, mereka dipaksa untuk menjadi wanita tuna susila. Dan tak jarang mereka dengan pasrah menerima pekerjaan itu. Kesulitan ekonomi dan kebutuhan hidup yang terus meningkat membuat mereka lupa diri. Melihat keberhasilan ini, pelaku trafficking semakin semangat untuk mengembangkan usahanya. Bahkan dengan gagah berani, mereka melakukan transaksi di tempat-tempat terbuka, seperti di SPBU.

Umumnya korban adalah wanita dengan usia berkisar antara 15-25 tahun. Usia dimana ada kemungkinan mahasiswa tercakup didalamnya. Apalagi mahasiswa semakin terhimpit biaya kuliah dan biaya hidup yang dirasa mahal. Sehingga trafficking prematur menjadi salah satu pilihan guna menambah penghasilan dengan cara menjual diri lebih dini, atau biasa disebut “nyambi”.

Mahasiswa sebagai puncak kedudukan pendidikan seharusnya telah mempunyai bekal yang cukup untuk lebih bijaksana menentukan pilihan hidup. Rentan dunia pendidikan yang telah mereka tempuh memberikan tanggung jawab sebagai tumpuan masa depan bangsa. Mereka seharusnya telah disiapkan sebagai pemikir dan pelopor, yang dengan bijak harus bisa mengambil pilihan terbaik sekalipun terhimpit keadaan sulit, misalnya ekonomi. Ada banyak alternatif yang dapat diambil selain dengan ‘rela’ menjadi korban trafficking.



Sebuah Pilihan...

Pesta demokrasi terbesar di Indonesia akan segera terselenggara. Di awali dengan pemilihan calon legislatif tingkat kabupaten hingga tingkat nasional. Para calon legislatif juga telah memborbardir masyarakat dengan iklan mengenai dirinya. Semua jenis media mereka kerahkan, dari baliho hingga koran. Berharap ada perolehan suara yang besar dari hasil pengiklanan itu.

Namun semua upaya meningkatkan suara itu tak akan berguna ketika masyarakat sebagai pemlih tak menggunakan suaranya. Karena kini tengah hangat berita mengenai banyaknya masyarakat yang akan memilih golongan putih (golput). Bahkan, KH Abdurrahman Wahid alias Gusdur, mantan presiden Indonesia, mengungkapkan akan memboikot pemilu dengan berbagai alasan yang mendasarinya. Fenomena golput memang sudah tak asing di telinga masyarakat. Dan mungkin berita itu membuat masyarakat semakin mantap untuk memilih golput. Mereka akan berfikir, orang besar dan pintar seperti Gusdur saja memilih golput, kenapa saya tidak?

Apakah golput itu salah? Sungguh pertanyaan yang memuat jawaban pro maupun kontra, masing-masing dengan alasan yang dianggap paling benar. Hingga MUI pun turun tangan mengeluarkan fatwa haram bagi yang memilih golput. Sebuah usaha yang baik untuk menekan angka golput. Mungkin fatwa ini keluar karena hasil pemilu di daerah-daerah menunjukkan angka golput yang tinggi, bahkan melebihi suara pemenang pemilu. Ataukah angka golput yang begitu tinggi mengisyaratkan bahwa daerah itu tak butuh pemimpin? Dan kita tahu, sungguh tak mungkin suatu daerah tanpa pemimpin.

Hal yang paling penting bukan apakah golput itu salah atau benar, tapi mengapa mereka memilih golput? Hal apa yang membuat mereka memilih golput? Jika mereka telah meneliti dengan seksama dan mencari suatu informasi tentang suatu kandidat, lalu berdasarkan informasi tersebut dia memilih golput karena ketidakpuasan dengan profil kandidat, bisa dikatakan golputnya benar. Tapi jika seseorang tidak berusaha mencari informasi tentang kandidat dan tiba-tiba memilih golput tanpa alasan, atau hanya ikut-ikutan golput karena mungkin ayahnya juga golput, bisa dikatakan golputnya salah.

Golput juga sebuah pilihan. Tapi, bukan asal memilih golput. Melainkan golput yang berfikir. Memikirkan tentang masa depan bangsa dan negaranya. Serta yakin bahwa pilihannya pada golput akan menjadikan bangsa ini semakin sejahtera. Tentunya dengan tetap menjaga kelancaran pelaksanaan pemilihan umum serta menjadi pihak oposisi yang siap untuk mengkritik pemerintahan hasil pemilu. Kritik yang pedas namun tetap membangun. Kritik yang objektif tanpa keinginan untuk menghancurkan pemerintah. Kritik yang jujur tanpa hasrat haus akan kekuasaan.

Jadi, tak perlu lagi mempermasalahkan golput, tapi menganalisa alasan golput untuk dicari solusinya. Kini saatnya menyambut pesta demokrasi. Mencoba menjadi peserta pesta yang baik. Dengan menggunakan semua pilihan yang ada, pilihan hasil musyawarah hati dan pikiran. Sebuah pilihan terbaik demi cerahnya masa depan bangsa Indonesia.





Minggu, 29 Maret 2009

Cara menonton TV yang baik

Berdasarkan data dari pak lurah, sekitar 199 juta rakyat Indonesia senang menonton TV. Namun 79% dari mereka merasa bingung menentukan bagaimana cara menonton TV yang baik. Oleh karena itu, saya hadir memberikan solusi atas masalah tersebut.

  1. Sebelum menonton, pastikan TV anda tidak rusak. Sehingga anda terhindar dari bahaya kesetrum.

  2. Nyalakan TV dengan sopan. Tak perlu lah disertai umpatan dan makian. Gunakan posisi yang wajar. Jangan menungging atau goyang kayang, itu hanya mempersulit anda.

  3. Hindari menonton TV terlalu dekat. Kasihan orang dibelakang anda, pandangan mereka tertutup tubuh aduhai anda.

  4. Jangan menonton TV dengan suara yang sangat amat keras. Itu hanya akan merusak telinga anda.

  5. Selamat mencoba...




KPI Minta HAREEM Pindah Jam Tayang

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberikan surat peringatan terakhir pada Sinetron Hareem yang tayang di Indosiar setiap Senin-Sabtu pada pukul 19.00 WIB. Surat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Sasa Djuarsa Sendjaja, yang dilayangkan kepada Direktur Utama Indosiar pada 24 Maret kemarin, meminta sinetron harem untuk dipindah jam tayangnya menjadi pukul 22.00 WIB.


Menurut surat tersebut, keputusan ini diambil berdasarkan pemantauan KPI Pusat, aduan Majelis Ulama Indonesia serta masyarakat ke KPI Pusat. Menurut KPI Pusat, tayangan Sinetron Hareem merupakan tayangan untuk Dewasa. Secara tegas KPI Pusat juga meminta pemindahan jam tayang tersebut diberlakukan mulai hari ini, rabu (25/3).

Selain itu, KPI Pusat juga meminta Indosiar untuk tidak menayangkan tayangan mengandung unsur-unsur yang melecehkan agama Islam yang masih tetap terdapat di sinetron Hareem. Untuk ke depannya, KPI Pusat mengancam akan memberhentikan sementara tayangan Sineron Hareem, bila dari pihak Indosiar tidak menanggapi teguran keras yang diberikan


Televisi Menyebabkan Angka Seks Pra Nikah Meledak

Cirebon ( Berita ) : Pengaruh tayangan televisi yang menonjolkan pornografi dan pornoaksi, maraknya penjualan keping disk khusus dewasa serta kebebasan membuka situs pornografi di internet diduga semakin ‘meledakkan’ angka seks pra nikah yang dilakukan para remaja di Jawa Barat.

Demikianlah benang merah Diskusi Panel “Pengembangan Kesadaran Pemuda Terhadap Faktor Destruktif melalui Gerakan Anti Pornografi dan Pornoaksi” yang digelar di Islamic Centre Cirebon, Selasa [10/07] dengan menampilkan pembicara Ketua Divisi Pemuda Aliansi Selamatkan Anak Indonesia (ASA) Arif Srisardjono S Sos, sosiolog dari STAIN Cirebon Prof Dr Abdullah Ali MA, dan Shakina Mirfa Nasution, SE MApp.Fin juga dari ASA. .

Menurut Arif Srisardjono, angka seks pra nikah yang menghinggapi remaja di Jawa Barat diperkirakan lebih dari 40 persen, karena hasil survei tahun 2002 menunjukkan 40 persen remaja berusia 15-24 tahun telah mempraktekan seks pranikah.

Demikian juga survei Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 di Jabodetabek didapatkan hasil lebih dari 80 persen anak-anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi dari sejumlah media termasuk internet.

“Jika saja ada kembali survei tahun 2007 ini maka angka seks pra nikah mungkin lebih besar lagi,” katanya.

Ia mendesak agar UU Pornografi yang memberikan perlindungan kepada anak dan remaja segera diundangkan dan UU tersebut harus mengakomodir klausul khusus tentang perlindungan anak dari pemanfaatan dalam produksi pornografi.

Sementara Prof Dr Abdullah Ali MA mengatakan, semua pihak seharusnya menyadari terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi dalam kehidupan sosial dan perkembangan jiwa anak-anak sehingga perlu perangkat proteksi baik berupa udang-undang ataupun teknologi maju untuk membendung hal itu.

“Di Cina sangat keras proteksi untuk itu dimana semua warung internet diwajibkan memblok situs-situs pornografi, tetapi di sini tidak ada pengawasan itu,” katanya.

Ia mengungkapkan, masyarakat harusnya menyadari bahwa serangan pronografi dan pornoaksi itu telah muncul di berbagai tempat sehingga selain mengawasi segala aktifitas anak-anaknya, juga harus semakin mempertebal keimanan mereka.

Menurut Shakina, kerusakan otak yang diakibatkan pornografi yang dilihat, didengar dan dirasakan akan melebihi kokain karena pornografi akan mengaktifan jaringan seks yang diciptakan Tuhan untuk orang yang sudah menikah.

“Tuhan menciptakan enam jenis hormon yang aktif pada hubungan pasangan yang sudah menikah. Kini hormon tersebut diaktifkan pada anak dan tanpa pasangan,” katanya.

Ia menjelaskan, dampak psiko-sosialnya remaja akibat pornograsi mulai dari adiksi (ketagihan) sampai ekskalasi perilaku seksual menyimpang seperti lesbian, incest, pedophilia, dan desensifitasi atau penurunan sensivitas seks.

Hati-hatilah kawan


sejarah televisi

Pada tahun 1873 seorang operator telegram asal Valentia, Irlandia yang bernama Joseph May menemukan bahwa cahaya mempengaruhi resistansi elektris selenium. Ia menyadari itu bisa digunakan untuk mengubah cahaya kedalam arus listrik dengan menggunakan fotosel silenium (selenium photocell). Joseph May bersama Willoughby Smith (teknisi dari Telegraph Construction Maintenance Company) melakukan beberapa percobaan yang selanjutnya dilaporkan pada Journal of The Society of Telegraph Engineers

Setelah beberapa kurun waktu lamanya kemudian ditemukan sebuah piringan metal kecil yang bisa berputar dengan lubang-lubang didalamnya oleh seorang mahasiswa yang bernama Julius Paul Gottlieb Nipkow (1860-1940) atau lebih dikenal Paul Nipkow di Berlin, Jerman pada tahun 1884 dan disebut sebagai cikal bakal lahirnya televisi. Sekitar tahun 1920 John Logie Baird (1888-1946) dan Charles Francis Jenkins (1867- 1934) menggunakan piringan karya Paul Nipkow untuk menciptakan suatu sistem dalam penangkapan gambar, transmisi, serta penerimaannya. Mereka membuat seluruh sistem televisi ini berdasarkan sistem gerakan mekanik, baik dalam penyiaran maupun penerimaannya. Pada waktu itu belum ditemukan komponen listrik tabung hampa (Cathode Ray Tube)

Televisi elektronik agak tersendat perkembangannya pada tahun-tahun itu, lebih banyak disebabkan karena televisi mekanik lebih murah dan tahan banting. Bukan itu saja, tetapi juga sangat susah untuk mendapatkan dukungan finansial bagi riset TV elektronik ketika TV mekanik dianggap sudah mampu bekerja dengan sangat baiknya pada masa itu. Sampai akhirnya Vladimir Kosmo Zworykin (1889-1982) dan Philo T. Farnsworth (1906-1971) berhasil dengan TV elektroniknya. Dengan biaya yang murah dan hasilnya berjalan baik, maka orang-orang pada waktu itu berangsur-angsur mulai meninggalkan tv mekanik dan menggantinya dengan tv elektronik.

Vladimir Zworykin, yang merupakan salah satu dari beberapa pakar pada masa itu, mendapat bantuan dari David Sarnoff (1891-1971), Senior Vice President dari RCA (Radio Corporation of America). Sarnoff sudah banyak mencurahkan perhatian pada perkembangan TV mekanik, dan meramalkan TV elektronik akan mempunyai masa depan komersial yang lebih baik. Selain itu, Philo Farnsworth juga berhasil mendapatkan sponsor untuk mendukung idenya dan ikut berkompetisi dengan Vladimir.

TV ELEKTRONIK
Baik Farnsworth, maupun Zworykin, bekerja terpisah, dan keduanya berhasil dalam membuat kemajuan bagi TV secara komersial dengan biaya yang sangat terjangkau. Di tahun 1935, keduanya mulai memancarkan siaran dengan menggunakan sistem yang sepenuhnya elektronik. Kompetitor utama mereka adalah Baird Television, yang sudah terlebih dahulu melakukan siaran sejak 1928, dengan menggunakan sistem mekanik seluruhnya. Pada saat itu sangat sedikit orang yang mempunyai televisi, dan yang mereka punyai umumnya berkualitas seadanya. Pada masa itu ukuran layar TV hanya sekitar tiga sampai delapan inchi saja sehingga persaingan mekanik dan elektronik tidak begitu nyata, tetapi kompetisi itu ada disana.

V RCA, Tipe TT5 1939, RCA dan Zworykin siap untuk program reguler televisinya, dan mereka mendemonstrasikan secara besar-besaran pada World Fair di New York. Antusias masyarakat yang begitu besar terhadap sistem elektronik ini, menyebabkan the National Television Standards Committee [NTSC], 1941, memutuskan sudah saatnya untuk menstandarisasikan sistem transmisi siaran televisi di Amerika. Lima bulan kemudian, seluruh stasiun televisi Amerika yang berjumlah 22 buah itu, sudah mengkonversikan sistemnya kedalam standard elektronik baru.

Pada tahun-tahun pertama, ketika sedang resesi ekonomi dunia, harga satu set televisi sangat mahal. Ketika harganya mulai turun, Amerika terlibat perang dunia ke dua. Setelah perang usai, televisi masuk dalam era emasnya. Sayangnya pada masa itu semua orang hanya dapat menyaksikannya dalam format warna hitam putih.

Sebenarnya CBS sudah lebih dahulu membangun sistem warnanya beberapa tahun sebelum rivalnya, RCA. Tetapi sistem mereka tidak kompatibel dengan kebanyakan TV hitam putih diseluruh negara. CBS yang sudah mengeluarkan banyak sekali biaya untuk sistem warna mereka harus menyadari kenyataan bahwa pekerjaan mereka berakhir sia-sia. RCA yang belajar dari pengalaman CBS mulai membangun sistem warna menurut formatnya. Mereka dengan cepat membangun sistem warna yang mampu untuk diterima pada sistem warna dan sistem hitam putih. Setelah RCA memamerkan kemampuan sistem mereka, NTSC membakukannya untuk siaran komersial thn 1953.

Berpuluh tahun kemudian hingga awal milenium baru abad 21 ini, orang sudah biasa berbicara lewat telepon selular digital dan mengirim e-mail lewat jaringan komputer dunia, tetapi teknologi televisi pada intinya tetap sama. Tentu saja ada beberapa perkembangan seperti tata suara stereo dan warna yang lebih baik, tetapi tidak ada suatu lompatan besar yang mampu untuk menggoyang persepsi orang tentang televisi. Tetapi semuanya secara perlahan mulai berubah, televisi secara bertahap sudah memasuki era digital.