Bulan November dan Desember adalah bulan dimana banyak perguruan tinggi di Indonesia melepaskan mahasiswanya. Upacara formal pun diadakan sebagai tanda pelepasan mahasiswa. Mereka tampil dengan elegan namun tetap terkesan intelektual mengenakan toga. Air mata bangga pun tak terbendung. Pancaran keceriaan tak bisa disembunyikan lagi, karena kerja keras yang dilakukan selama perkuliahaan telah membuahkan hasil.
Namun dibalik keceriaan dan kebanggaan itu, terdapat guratan kegelisahan. Bayang-bayang kesulitan mencari lapangan kerja karena ketidakseimbangan antara jumlah pencari lapangan kerja dibanding jumlah lapangan kerja. Memang tak dapat dipungkiri, tiap tahun perguruan tinggi menelurkan ribuan sarjana. Hal ini berarti tiap sarjana harus bersaing dengan ribuan sarjana lain untuk mengisi lowongan lapangan kerja yang terbatas. Jika tidak beruntung, predikat pengangguran akan segera disandang.
Jumlah pengangguran yang terus meningkat membuat semua orang semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Keadaan yang sedikit kacau ini, membuat beberapa orang memanfaatkannya demi meraih keuntungan. Salah satunya mereka nekat melakukan jual beli manusia, atau lebih dikenal dengan istilah trafficking.
Secara umum pelaku trafficking melakukan penipuan terhadap korbannya dengan iming-iming pekerjaan dengan gaji lumayan, hingga korban mau diajak pergi ke tempat-tempat yang tak jelas. Ujungnya, mereka dipaksa untuk menjadi wanita tuna susila. Dan tak jarang mereka dengan pasrah menerima pekerjaan itu. Kesulitan ekonomi dan kebutuhan hidup yang terus meningkat membuat mereka lupa diri. Melihat keberhasilan ini, pelaku trafficking semakin semangat untuk mengembangkan usahanya. Bahkan dengan gagah berani, mereka melakukan transaksi di tempat-tempat terbuka, seperti di SPBU.
Umumnya korban adalah wanita dengan usia berkisar antara 15-25 tahun. Usia dimana ada kemungkinan mahasiswa tercakup didalamnya. Apalagi mahasiswa semakin terhimpit biaya kuliah dan biaya hidup yang dirasa mahal. Sehingga trafficking prematur menjadi salah satu pilihan guna menambah penghasilan dengan cara menjual diri lebih dini, atau biasa disebut “nyambi”.
Mahasiswa sebagai puncak kedudukan pendidikan seharusnya telah mempunyai bekal yang cukup untuk lebih bijaksana menentukan pilihan hidup. Rentan dunia pendidikan yang telah mereka tempuh memberikan tanggung jawab sebagai tumpuan masa depan bangsa. Mereka seharusnya telah disiapkan sebagai pemikir dan pelopor, yang dengan bijak harus bisa mengambil pilihan terbaik sekalipun terhimpit keadaan sulit, misalnya ekonomi. Ada banyak alternatif yang dapat diambil selain dengan ‘rela’ menjadi korban trafficking.
0 komentar:
Posting Komentar