Template by:
Free Blog Templates

Senin, 30 Maret 2009

Sebuah Pilihan...

Pesta demokrasi terbesar di Indonesia akan segera terselenggara. Di awali dengan pemilihan calon legislatif tingkat kabupaten hingga tingkat nasional. Para calon legislatif juga telah memborbardir masyarakat dengan iklan mengenai dirinya. Semua jenis media mereka kerahkan, dari baliho hingga koran. Berharap ada perolehan suara yang besar dari hasil pengiklanan itu.

Namun semua upaya meningkatkan suara itu tak akan berguna ketika masyarakat sebagai pemlih tak menggunakan suaranya. Karena kini tengah hangat berita mengenai banyaknya masyarakat yang akan memilih golongan putih (golput). Bahkan, KH Abdurrahman Wahid alias Gusdur, mantan presiden Indonesia, mengungkapkan akan memboikot pemilu dengan berbagai alasan yang mendasarinya. Fenomena golput memang sudah tak asing di telinga masyarakat. Dan mungkin berita itu membuat masyarakat semakin mantap untuk memilih golput. Mereka akan berfikir, orang besar dan pintar seperti Gusdur saja memilih golput, kenapa saya tidak?

Apakah golput itu salah? Sungguh pertanyaan yang memuat jawaban pro maupun kontra, masing-masing dengan alasan yang dianggap paling benar. Hingga MUI pun turun tangan mengeluarkan fatwa haram bagi yang memilih golput. Sebuah usaha yang baik untuk menekan angka golput. Mungkin fatwa ini keluar karena hasil pemilu di daerah-daerah menunjukkan angka golput yang tinggi, bahkan melebihi suara pemenang pemilu. Ataukah angka golput yang begitu tinggi mengisyaratkan bahwa daerah itu tak butuh pemimpin? Dan kita tahu, sungguh tak mungkin suatu daerah tanpa pemimpin.

Hal yang paling penting bukan apakah golput itu salah atau benar, tapi mengapa mereka memilih golput? Hal apa yang membuat mereka memilih golput? Jika mereka telah meneliti dengan seksama dan mencari suatu informasi tentang suatu kandidat, lalu berdasarkan informasi tersebut dia memilih golput karena ketidakpuasan dengan profil kandidat, bisa dikatakan golputnya benar. Tapi jika seseorang tidak berusaha mencari informasi tentang kandidat dan tiba-tiba memilih golput tanpa alasan, atau hanya ikut-ikutan golput karena mungkin ayahnya juga golput, bisa dikatakan golputnya salah.

Golput juga sebuah pilihan. Tapi, bukan asal memilih golput. Melainkan golput yang berfikir. Memikirkan tentang masa depan bangsa dan negaranya. Serta yakin bahwa pilihannya pada golput akan menjadikan bangsa ini semakin sejahtera. Tentunya dengan tetap menjaga kelancaran pelaksanaan pemilihan umum serta menjadi pihak oposisi yang siap untuk mengkritik pemerintahan hasil pemilu. Kritik yang pedas namun tetap membangun. Kritik yang objektif tanpa keinginan untuk menghancurkan pemerintah. Kritik yang jujur tanpa hasrat haus akan kekuasaan.

Jadi, tak perlu lagi mempermasalahkan golput, tapi menganalisa alasan golput untuk dicari solusinya. Kini saatnya menyambut pesta demokrasi. Mencoba menjadi peserta pesta yang baik. Dengan menggunakan semua pilihan yang ada, pilihan hasil musyawarah hati dan pikiran. Sebuah pilihan terbaik demi cerahnya masa depan bangsa Indonesia.





0 komentar:

Posting Komentar